- Para pelaku pasar akan mencermati rilis cadangan devisa Indonesia, terutama setelah intervensi BI untuk menjaga stabilitas rupiah
- Selain itu akan rilis data tenaga kerja AS yang bisa menjadi perhitungan untuk memperkirakan pemangkasan suku bunga The Fed
- Saat ini para pelaku pasar melihat bank sentral AS memiliki peluang menurunkan suku bunga hingga dua kali hingga akhir tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menguat pada perdagangan kemarin. Baik pasar saham dan rupiah sama-sama berakhir di zona hijau.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup cerah pada perdagangan Kamis (4/7/2024), di mana investor masih menimbang pernyataan bank sentral Amerika Serikat (AS) terbaru.
IHSG ditutup menguat 0,34% ke posisi 7.220,89. IHSG berhasil menyentuh kembali level psikologis 7.200, di mana IHSG terakhir berada di level psikologis ini yakni pada perdagangan 28 Mei lalu.
Nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 19 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1,05 juta kali. Sebanyak 351 saham naik, 207 saham turun, dan 230 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor teknologi menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 1,88%.
Sementara itu, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,24% di angka Rp16.325/US$ pada Kamis (4/7/2024). Apresiasi ini sejalan dengan penguatan rupiah kemarin (3/7/2024) sebesar 0,15%.
Institute for Supply Management mengatakan indeks manajer pembelian non-manufaktur (PMI) turun menjadi 48,8 bulan lalu, level terendah sejak Mei 2020, dari 53,8 pada bulan Mei. Ini adalah kedua kalinya tahun ini PMI turun di bawah 50 yang mengindikasikan kontraksi di sektor jasa.
Indeks aktivitas bisnis juga turun, mencatatkan angka 49,6, yang merupakan kontraksi pertama sejak Mei 2020. Pesanan baru (47,3 vs 54,1) dan ketenagakerjaan (46,1 vs 47,1) mengalami penurunan.
"Penurunan indeks gabungan pada bulan Juni disebabkan oleh penurunan yang signifikan dalam aktivitas bisnis, kontraksi dalam pesanan baru untuk kedua kalinya sejak Mei 2020, dan kontraksi yang berlanjut dalam ketenagakerjaan.
"Responden survei melaporkan bahwa secara umum, bisnis stagnan atau menurun, dan meskipun inflasi sedang melandai, beberapa komoditas memiliki biaya yang signifikan lebih tinggi. Panelis mengindikasikan bahwa kinerja pengiriman pemasok yang lebih lambat disebabkan terutama oleh tantangan transportasi." ujar Steve Miller, CPSM, CSCP, Ketua Institute for Supply Management.
Lemahnya aktivitas bisnis di AS ini berdampak negatif terhadap DXY yang berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah.
Jika aktivitas di AS terus melemah maka tendensi pemangkasan suku bunga tahun ini akan semakin besar dan tekanan terhadap mata uang Garuda akan semakin minim.
0 comments:
Post a Comment