Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melanjutkan penguatannya di tengah gempuran sentimen negatif dari Jepang dan China.
Dilansir dari Refinitiv, Rupiah menguat 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke angka Rp 14.980/US$1. Apresiasi rupiah hari ini kembali melanjutkan penguatan yang terjadi pada Selasa pekan ini.
Penguatan nilai mata uang Garuda dipengaruhi sentimen positif dari dalam negeri.
Dari dalam negeri, pasar saham sepanjang pekan lalu (10 - 13 Juli 2023) terjadi net buy atau beli bersih sebesar Rp 7,1 triliun dan net buy pada Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6,54 triliun.
Capital Inflow tersebut menambah pasokan dolar AS di dalam negeri sehingga membantu pergerakan rupiah.
Penopang rupiah lainnya juga datang dari dirilisnya aturan mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE). Aturan DHE diperketat karena eksportir wajib menyetor minimal 30% DHE selama minimal tiga bulan. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan devisa negara sehingga ketahanan eksternal semakin kuat.
Dari luar negeri, sentimen positif dari melemahnya dolar AS. Indeks dolar kembali melemah ke 100,04 pada hari ini. Posisi tersebut lebih lemah dibandingkan pada Selasa Rabu di mana indeks dolar melesat ke 100,28.
Menghijaunya kinerja bursa Wall Street dan optimisme pasar mengenai pelonggaran kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) juga ikut mengerek rupiah.
Meskipun begitu, sentimen kurang baik yang perlu dicermati yakni datang dari negara-negara di Asia.
Pagi hari ini, Jepang baru saja rilis data ekspor dan impornya. Kinerja ekspor mengalami kenaikan tipis dari 0,6% (year on year/yoy) pada Mei 2023 menjadi 1,5% yoy. Sedangkan hal kurang baik datang dari impor yang jatuh cukup dalam menjadi -12,9% yoy pada Juni dibandingkan bulan sebelumnya sebelumnya -9,8%.
Impor sudah terkoreksi selama tiga bulan beruntun. Alhasil hal ini dapat berdampak pada menurunnya permintaan dari Jepang akan produk dari negara lain, termasuk Indonesia. Padahal, Jepang adalah pasar ekspor terbesar kedua Indonesia sepanjang tahun ini setelah China.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke Jepang terus mengalami penurunan sejak Januari 2023 dari US$ 1.889,6 juta menjadi US$ 1.449,9 juta pada Juni 2023.
Ekspor Indonesia ke Jepang pada Januari-Juni 2023 tercatat US$ 10 miliar, anjlok 7,54% dibandingkan periode sebelumnya.
Bank Sentral China (PBoC) hari ini barus aja mengumumkan jika mereka tetap mempertahankan data loan prime rate untuk tenor satu tahun di posisi 3,55% pada Juli 2023 dan untuk tenor lima tahun di angka 4,20%.
Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar yang tetap mempertahankan suku bunganya dibandingkan periode sebelumnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
0 comments:
Post a Comment