Home » , , , , , , , , , » Soal Bursa Karbon, OJK Tunggu Undangan Konsultasi dari DPR

Soal Bursa Karbon, OJK Tunggu Undangan Konsultasi dari DPR

 Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PLN Enjiniring dan Kepco Engineering and Construction Company Inc, Foto: dok. PLN

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera meluncurkan Peraturan OJK (POJK) terkait bursa karbon dalam waktu dekat. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, saat ini pihaknya sedang menunggu undangan konsultasi dari Komisi XI DPR RI sebelum aturan tersebut ditetapkan.

"Saat ini kami tengah menyiapkan POJK dan sedang menunggu undangan Komisi XI DPR RI untuk berkonsultasi," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (6/6).

Inarno menjelaskan, rancangan aturan OJK terkait bursa karbon memiliki mekanisme perdagangan unit karbon yang bersifat mandatory maupun voluntary. Harapannya, perdagangan bursa karbon dapat berlangsung mulai September 2023 sesuai ketentuan yang berlaku.

"Diharapkan POJK mengenai bursa karbon akan dirilis tanggal 11 Juli 2023," sebutnya.

Inarno mengaku, hingga saat ini pihaknya belum dapat menyampaikan siapa yang menjadi pihak penyelenggara perdagangan bursa karbon meskipun POJK bursa karbon dirilis ditargetkan dirilis pada 11 Juli 2023.

"Siapa pun yang menjadi penyelenggara harus mengikuti atau sesuai ketentuan berlaku dalam aturan POJK bursa karbon tersebut," ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, bursa karbon diatur berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam aturan itu peran OJK juga akan mengawasi implementasi bursa karbon.

"Rencana awal akan dilakukan antara lain juga dengan perdagangan launching hasil dari apa yang sudah diakui sebagai bagian dari result based payment (RBT) sebesar 100 juta ton yang dalam hal ini Kementerian LHK sedang memfinalisasi itu yang terkait kesiapan dan proses menyiapkan bursa karbon," paparnya.

Namun begitu di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum tentu pajak karbon langsung diterapkan. Sebab, ia mengatakan, banyak faktor yang akan menentukan pemberlakuannya.

"Masih kita lihat bersama-sama nanti," kata Sri Mulyani saat ditemui di kawasan The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Adapun faktor-faktor yang menentukan penerapan pajak karbon itu, salah satu yang disebutkannya adalah geliat pergerakan ekonomi. Jika gerak ekonomi mulai cepat otomatis karbon atau CO2 yang dihasilkan juga turut meningkat.

"Nah kita lihat nanti dari sisi ekonomi kita mungkin kalau momentum pemulihannya cukup robust dan kuat berarti cukup baik," tuturnya.

"Walaupun kita tetap waspada dengan lingkungan global di sisi lain komitmen terhadap climate change untuk bisa mengakselerasi kita juga akan melihat sebagai satu kebutuhan," ungkap Sri Mulyani.

Ia memastikan, dalam memberlakukan penerapan pajak karbon nantinya, tentu akan turut berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait, termasuk OJK. Tujuannya supaya mekanisme itu tidak hanya memperkuat penerimaan melainkan juga menekan emisi karbon.

"Seperti yang saya sampaikan sebelumnya ini tidak hanya sekedar menjadi sesuatu instrumen yang untuk penerimaan tapi lebih untuk program climate change. Seperti yang dikatakan oleh Pak Mahendra bahwa salah satu instrumen juga untuk memperkuat dari bursa karbon itu adalah pajak karbon dan nanti tarif mengenai karbonnya itu sendiri," tegasnya.

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. BPFJAMBI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger