Foto: Alim Markus. Ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Seperti lazimnya orang Tionghoa lain, Lin Xueshan juga ikut merantau mencari kehidupan baru. Dari Fujian dia akhirnya berlabuh di Surabaya dan dikenal sebagai Alim Husin.
Leo Suryadinata dalam Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: Biographical Dictionary (2012) mengungkap Alim Husin di Surabaya dikenal sebagai pendiri usaha jual-beli alat masak bernama UD Logam Djawa yang berjalan tahun 1960-an.
Lewat usaha tersebut, Alim Husin memasarkan kompor, ember, gayung, dan alat rumah tangga lain. Tak hanya itu dia juga membuka jasa reparasi pompa air dan lampu petromak.
Saat itu, Alim Husin sudah menikah dan punya anak laki-laki tertua bernama Lin Wenguang. Lin Wenguang kemudian dikenal sebagai Alim Markus. Alim Husin sangat sayang kepada Markus. Dia mendidik secara serius anaknya guna menjadi penerus bisnis perabotnya.
Alhasil, Markus disekolahkan di berbagai lembaga pendidikan, baik formal atau non-formal. Dia pernah sekolah sampai SMP meski tidak lulus. Lalu lanjut lagi kursus akuntansi dan manajemen, serta bahasa asing, seperti Mandarin, Inggris, dan Korea. Semua itu ditempuh di luar negeri, salah satunya di National University of Singapore (NUS) Singapura.
Setelah tumbuh besar, pada 1971 Husin dan Markus mendirikan usaha bernama Jin Feng yang artinya puncak emas. Bisnisnya pun sama, yakni perabot rumah tangga.
Muhammad Ma'ruf dalam 50 Great Business Ideas From Indonesia (2010) menyebut di Jin Feng, Markus menjadi direktur utama yang kemudian merubah nama perusahaan menjadi Maspion.
Menariknya, Maspion adalah singkatan dari "Mengajak Anda Selalu Percaya Industri Olahan Nasional". Tak heran, kalau Maspion selalu mengangkat isu mencintai produk dalam negeri, seperti terlihat pada iklan-iklannya di televisi.
Di tangan Markus, Maspion berkembang hingga punya 7.000 macam produk rumah tangga. Apa saja yang ada di rumah, diproduksi oleh Maspion. Karena minim persaingan, maka Maspion menjadi incaran orang dan menjadi raja perabot.
Seiring waktu, Maspion juga melebarkan sayap ke luar negeri. Sejak tahun 1990-an, Markus memasarkan perabot made in Indonesia itu ke pasar Amerika, Afrika, Eropa, Asia dan Timur Tengah. Selain itu, terjalin juga kerja sama dengan perusahaan besar, seperti Samsung dan Kawasaki.
Berkat ini, Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008) menuliskan Maspion mendapat keuntungan dari kegiatan eskpornya senilai lebih dari US$ 100 juta pada 1995 dan berani membuka kantor di Kanada.
Bagi Markus sendiri, usaha ini menjadikannya dia sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Forbes mencatat dia memiliki harta sebesar US$ 500 juta atau Rp 7,4 Triliun.
Kini Maspion Group mengembangkan sayap bisnis menjadi 8 kategori bisnis utama: Layanan Produk Konsumen, Produk Konsumen Industri, Konstruksi dan Material Bangunan, Hotel, Properti Komersil dan Properti Industri, Perbankan, Perdagangan dan Distribusi, Infrastruktur dan Energi, serta beragam bisnis lainnya.
Berikut anak usaha dari Maspion Group Bank Maspion Indonesia, PT Indalex, PT Indal Aluminium Industry, PT Indal Gypsum Industry, PT Furukawa Indal Aluminium, PT Weilburger Coatings Indonesia, PT Cashew Grebe Indonesia, PT Indal Servis Sentra, PT Maspion Trading, PT Maxim Housewares Indonesia, Bumi Maspion, Citra Maspion Contractor, Maspion Kencana, Ishizuka Maspion Indonesia, Alaskair Maspion, Srithai Maspion Indonesia
0 comments:
Post a Comment