Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia nyaris mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada 8 Maret lalu dengan mencapai level US$ 2.069/troy ons, tetapi setelahnya malah ambrol. Sejak pekan lalu logam mulia ini bergerak mendatar saja.
Untuk diketahui, rekor tertinggi sepanjang masa emas berada di kisaran US$ 2.072/troy ons yang dicapai pada 7 Agustus 2020 lalu.
Pada perdagangan Kamis (24/3), pukul 16:53 WIB emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.940/troy ons di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Melihat posisi saat ini, dibandingkan 8 Maret lalu emas sudah merosot lebih dari 6%. Pekan lalu bahkan lebih parah lagi, sempat kembali ke bawah US$ 1.900/troy ons.
Jebloknya emas tersebut terjadi akibat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%. Tidak hanya itu, The Fed juga berencana menaikkan suku bunga 6 kali lagi hingga di akhir tahun menjadi 1,75% - 2%.
Kenaikan agresif tersebut tentunya memberikan tekanan emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil. Outlook emas semakin memburuk melihat The Fed yang bisa lebih agresif lagi di tahun ini.
Di awal pekan ini, ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan siap menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin untuk meredam inflasi.
"Kami akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas harga. Secara khusus, jika kami menyimpulkan kenaikan suku bunga lebih dari 25 basis poin tepat dilakukan, kami akan melakukannya. Dan jika kami memutuskan perlu melakukan pengetatan di luar dari kebiasaan yang normal, kami juga akan melakukannya," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (22/3/2022).
Selain itu, bank investasi Jefferies saat ini memproyeksikan suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin pada bulan Mei dan Juni. Sebelumnya ada investasi Goldman Sachs yang memberikan proyeksi sama.
Goldman Sachs merupakan bank yang sebelumnya memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 7 di tahun ini. Prediksi tersebut jitu, dalam dot plot yang dirilis The Fed pekan lalu menunjukkan suku bunga akan dinaikkan di setiap pertemuan di tahun ini.
Meski demikian, bukan berarti emas tidak punya peluang kembali melesat. Malah, emas diprediksi bisa kembali ke kisaran US$ 2.000/troy ons, tetapi syaratnya bursa saham global mengalami kemerosotan akibat kenaikan suku bunga The Fed yang agresif.
"Pelemahan pasar saham diperlukan agar emas bisa menguat. Jika pasar saham bergerak naik seiring dengan kenaikan suku bunga The Fed, maka emas dalam tekanan besar," kata Mike McGlone, analis komoditas senior di Bloomberg Intelligence, sebagaimana dilansir Kitco, Selasa (22/3).
Menurut McGlone, saat periode kenaikan suku bunga The Fed terjadi di 2018, bursa saham merosot hingga 20%. Jika itu terjadi lagi di tahun ini, harga emas bisa kembali ke US$ US$ 2.000/troy ons.
TIM RISET CNBC INDONESIA
0 comments:
Post a Comment