
Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta tengah memfinalisasi rencana penyesuaian tarif Transjakarta setelah dua dekade tidak berubah.
Gubernur Jakarta Pramono Anung menegaskan, kebijakan ini akan ditempuh dengan hati-hati agar tidak memberatkan masyarakat, terutama bagi kelompok penerima subsidi yang selama ini menikmati layanan gratis.
“Kami sedang memfinalkan untuk itu (kenaikan tarif). Sebenarnya di tarif yang lama pun kami sudah mensubsidi per tiket Rp 9.700. Kan terlalu berat kalau terus-menerus seperti itu, apalagi DBH (dana bagi hasil) dipotong,” ujar Pramono, dikutip Beritasatu.com, Rabu (29/10/2025).
Selama 20 tahun terakhir, tarif Transjakarta bertahan di angka Rp 3.500 per perjalanan. Di balik harga terjangkau tersebut, terdapat beban subsidi besar yang ditanggung Pemprov Jakarta agar layanan tetap mudah diakses masyarakat.
Tanpa subsidi, tarif Transjakarta diperkirakan bisa mencapai empat kali lipat dari harga sekarang. Rencana penyesuaian tarif ini muncul seiring meningkatnya biaya operasional serta tingginya tanggungan keuangan daerah.
Berapa Tarif Asli Transjakarta Tanpa Subsidi?
Tarif Transjakarta sebesar Rp 3.500 yang berlaku saat ini tidak sepenuhnya mencerminkan biaya operasional sebenarnya.
Berdasarkan data Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), setiap kali penumpang membayar Rp 3.500, Pemprov Jakarta harus menanggung kekurangan sekitar Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per perjalanan, tergantung rute dan jenis armada.
Selisih biaya ini dikenal sebagai subsidi public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik. Artinya, tarif ekonomi riil Transjakarta sebenarnya bisa mencapai Rp 15.000 per perjalanan.
Subsidi PSO menjadi instrumen penting agar masyarakat tetap beralih ke transportasi umum dan mengurangi kemacetan di wilayah Jabodetabek.
Namun, dengan beban subsidi yang terus meningkat selama dua dekade terakhir, Pemprov Jakarta kini mempertimbangkan langkah penyesuaian tarif sebagai bentuk keseimbangan antara keberlanjutan layanan publik dan kemampuan fiskal daerah.
Sejarah Tarif Transjakarta Selama Dua Dekade
Sejak diluncurkan pada 2004, Transjakarta telah menjadi tulang punggung transportasi publik di Jakarta. Berikut perjalanan tarifnya selama 20 tahun terakhir:
- 2004: Transjakarta resmi beroperasi dengan tarif awal Rp 2.000.
- 2005: Tarif naik menjadi Rp 3.500 berdasarkan SK Gubernur Jakarta Nomor 1912/2005.
- 2005-2025: Tarif tidak pernah berubah, meski inflasi dan harga bahan bakar terus meningkat.
Alasan Kenaikan Tarif dan Besarnya Beban Subsidi
Gubernur Pramono Anung menjelaskan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus menanggung seluruh subsidi Transjakarta, terutama karena layanan ini juga digunakan warga dari luar Jakarta atau Bodetabek.
Pemprov Jakarta memastikan tarif baru Transjakarta nanti tetap di bawah rata-rata tarif transportasi umum daerah lain, seperti Trans Semarang (Rp 5.500) dan Trans Jogja (Rp 5.000).
Pada tahun anggaran 2025, Pemprov Jakarta bahkan menambah alokasi subsidi sebesar Rp 400 miliar, sehingga total subsidi Transjakarta mencapai lebih dari Rp 4 triliun per tahun (berdasarkan data APBD Jakarta 2025).
Dana besar ini digunakan untuk:
- Pembukaan rute baru Transjabodetabek.
- Penambahan armada bus listrik.
- Peningkatan akses dan fasilitas bagi penyandang disabilitas.
“Penyesuaian tarif bukan soal mahal, tapi menjaga keseimbangan antara keberlanjutan layanan publik dan kemampuan fiskal daerah,” tegas Pramono.
Anggaran dan Kebijakan Keuangan Jakarta
Jakarta merupakan provinsi dengan salah satu APBD terbesar di Indonesia. Pada 2025, APBD Jakarta tercatat sebesar Rp 91,34 triliun sebelum akhirnya disepakati menjadi Rp 91,14 triliun, dan kemudian naik kembali menjadi Rp 91,86 triliun setelah perubahan anggaran.
Meski demikian, alokasi dana untuk subsidi Transjakarta menjadi salah satu pos yang paling langsung dirasakan masyarakat.
Setiap rupiah yang dikeluarkan Pemprov Jakarta untuk PSO Transjakarta berarti membantu jutaan warga agar tetap bisa menikmati transportasi yang murah, aman, dan ramah lingkungan.
Selama 20 tahun, subsidi Transjakarta telah membantu jutaan warga Jakarta dan sekitarnya menikmati transportasi publik dengan tarif terjangkau. Namun, dengan meningkatnya biaya operasional dan keterbatasan fiskal daerah, penyesuaian tarif tampaknya menjadi langkah realistis.


0 comments:
Post a Comment