Home » , , , , , , , , » Harga CPO Terjun Bebas Setahun Terakhir, Ambruk 51% Dari ATH

Harga CPO Terjun Bebas Setahun Terakhir, Ambruk 51% Dari ATH

 Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange terpantau kembali melemah di sesi awal perdagangan Selasa (30/5/2023) melanjutkan koreksinya sejak perdagangan awal pekan kemarin.

Melansir Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan terpantau turun 0,93% ke posisi MYR 3.513 per ton pada pukul 08:50 WIB. Meskipun turun harga CPO masih berada di level 3.500-an menjadi level tertingginya dalam 2 pekan terakhir.

Pada perdagangan awal pekan Senin (29/5/2023) harga CPO ditutup turun 0,37% ke posisi MYR 3.512 per ton. Dengan ini, dalam sebulan harganya menguat 6,23%, namun tetap saja ambruk 15,05% secara tahunan.

Jika melihat pada grafik di atas, dalam dua tahun belakangan harga CPO sempat mencatatkan posisi tertingginya di posisi MYR 7.268 per ton pada 9 Maret 2022. Artinya, jika dibandingkan dengan harga penutupan kemarin harganya sudah longsor 51,21%.

Nyatanya level MYR 7.000-an ini hanya mampu dipertahankan sebentar saja, setelah itu harga CPO bergerak fluktuatif dan cenderung menunjukan penurunan.

Jika di flashback, meroketnya harga CPO ke level MYR 7.000 pada Maret 2022 lalu tak lepas dari kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memutuskan untuk melaeang ekspor CPO dan produk-produk turunannya. Ini dilakukan demi menekan harga minyak goreng.

Kebijakan pelarangan tersebut berlaku untuk semua produk, baik itu CPO, RPO (red palm oil), RBD (refined, bleached, deodorized) palm olein, pome, dan used cooking oil.

Well, ini adalah sebuah kabar yang sangat besar. Indonesia adalah produsen sekaligus eksportir CPO terbesar dunia. Tanpa pasokan CPO dari Indonesia, dunia tentu mengalami gonjang-ganjing.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 11 negara yang menjadi pasar terbesar CPO Indonesia adalah China, India, Pakistan, Amerika Serikat (AS), Bangladesh, Malaysia, Mesir, Spanyol, Myanmar, Rusia, Filipina, dan Vietnam.

Total nilai ekspor ke-11 negara tersebut menembus US$ 26,67 miliar tahun lalu. Sementara itu, nilai ekspor Januari-Maret 2022 ke 11 negara sudah menyentuh US$ 6,15 miliar.

Pada Januari-Maret 2022, India menjadi importir terbesar untuk Indonesia. India mengimpor CPO Indonesia senilai US$ 6,15 miliar. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat US$ 5,78 miliar.

Dilansir dariThe Economic Times, Indonesia memasok sekitar 50% kebutuhan impor CPO untuk India sementara untuk Pakistan dan Bangladesh angkanya lebih tinggi lagi yakni 80%. Itulah sebabnya harga CPO mampu mencapai level tertingginya.

Lantas bagaimana kondisi saat ini? Apa penyebab harganya jatuh?

Tentu ada banyak pemicu mengapa harga CPO cenderung mengalami penurunan. Setidaknya perlu memperhatikan beberapa faktor diantaranya harga minyak saingannya mengalami penurunan, kondisi produksi, ekspor-impor dari Indonesia dan Malaysia, pengaruh mata uang Ringgit (MYR), serta kebijakan dari kedua negara tersbut.

Apalagi saat ini, harga CPO sudah berada di level 3.500-an bahkan sempat turun di level MYR 3.300-an per ton.

Di tengah gonjang-ganjing ekonomi global saat ini, mata yang Ringgit juga tak lepas dari dampaknya. Ringgit yang melemah memberikan keuntungan bagi pedagang dengan mata uang lain karena CPO dijual lebih murah. Sehingga permintaan dapat meningkat.

Hingga kini harga CPO belum mampu terangkat jauh dan bergerak cenderung fluktuatif. Melemahnya minyak saingan di Dalian Commodity Exchange dan pasar yang lebih sepi turut membebani harganya.

Kontrak benchmark minyak sawit FCPOc3 untuk pengiriman Agustus di Bursa Malaysia Derivatives Exchange turun 0,39% menjadi 3.545 ringgit ($799,32) per ton pada harga penutupan.

Kontrak naik 2,24% minggu lalu karena fenomena cuaca El Nino meningkatkan kekhawatiran produksi.

"Bursa Malaysia Derivatives membuka gap lebih rendah mencerminkan pelemahan pada biji minyak saingannya. Pasar sepi dengan volume perdagangan rendah karena AS tutup untuk liburan Memorial Day," kata seorang pedagang yang berbasis di Kuala Lumpur kepada Reuters.

Sementara, produksi minyak sawit mentah di Malaysia yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia diramal turun antara 1 dan 3 juta ton tahun depan karena pola cuaca El Nino.

Dari sisi ekspor Malaysia selama periode 1-25 Mei turun 0,7% dari periode yang sama di bulan April, surveyor kargo Intertek Testing Services mengatakan pada hari Jumat. Surveyor kargo lainnya, AmSpec Agri Malaysia, mengatakan ekspor naik 0,7%.

Kontrak minyak kedelai teraktif Dalian DBYcv1 turun 0,64%, sedangkan kontrak minyak sawit DCPcv1 turun 1,33%.

Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapat bagian di pasar minyak nabati global.

Menurut analis teknikal Wong Tao yang dikutip Reuters, pada perdagangan hari ini harga CPO dapat terkoreksi kembali ke MYR 3.498 per ton, karena gagal menembus resistensi di MYR 3.563 per ton.

CNBC INDONESIA RESEARCH

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. BPFJAMBI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger